Thursday 29 January 2015

Pancasila – Sosial Budaya


Dalam kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat kita berpegang pada ideologi pancasila. Pancasila telah diterima sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pembudayaan pancasila dalam kehidupan sehari-hari telah digalakkan.

Kelemahannya, pengamalan atau pembudayaan pancasila tersebut belum sepenuhnya terwujud. Ini adalah tantangan bagi seluruh bangsa indonesia dan jika ideologi pancasiala tersebut tidak dapat memberikan hidup lebih baik bukan tidak mungkin akan ditinggalkan oleh masyarakat.

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:

(1)    Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2)    Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; 
(3)    Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; 
(4)    Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; 
(5)    Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sekedar menambah wawasan untuk sampai pada kesimpulan bahwa konsep yang terdapat dalam Pancasila itu memang merupakan living reality masyarakat, berikut disampaikan beberapa ungkapan yang dapat ditemui di berbagai daerah.

Minangkabau
Bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat – konsep sorvereinitas.
Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah – konsep religiositas.
Syarak mangato, adat memakai.
Adat nan kawi, syarak nan lazim.
Penghulu beraja ke mufakat, mufakat beraja pada kebenaran – konsep humanitas.
Minahasa
Pangilekenta waja si Empung si Rumer reindeng rojor – konsep religiositas.
(Sekalian kita maklum bahwa yang memberikan rahmat yakni Tuhan Yang Maha Esa).
O Empung renga-rengan wengkesan umei i la leindeng – konsep religiositas
(Tuhan yang seumur dengan dunia ini, bukakan jalan dan bukalah hati supaya selalu memujaMu).
Tia kaliuran si masena impalampangan – konsep religiositas
(Jangan lupa kepada “Dia” yang memberi terang).
Lampung
Tebak cotang di serambi, mufakat dilemsesat – konsep sovereinitas
(Simpang siur di luar, mufakat di dalam balai).
Bolaang Mangondow
Na’ buah pinayung – konsep nasionalitas/persatuan
(Tetap bersatu dan rukun).
Madura
Abantal sadat, sapo’ iman, payung Allah – konsep religiositas
(Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Bugis/Makassar, Sulawesi Selatan
Tak sakrakai allowa ritang ngana langika – konsep religiositas
(Matahari tak akan tenggelam di tengah langit).
Bengkulu
Kalau takut dilambur pasang, jangan berumah di pinggir pantai.
Maluku
Kaulete mulowang lalang walidase nausavo sotoneisa etolomai kukuramese upasasi netane kwelenetane ainetane – konsep humanitas dan persatuan
(Mari kita bersatu baik di laut maupun di darat untuk menentang kezaliman).
Batak (Mandailing)
Songon siala sampagul rap tuginjang rap tu toru – konsep persatuan dan kebersamaan.
(Berat sama dipanggul, ringan sama dijinjing)
Batak (Toba)
Sai masia minaminan songon lampak ni pisang, masitungkol tungkolan songon suhat dirobean – konsep persatuan
(Biarlah kita bersatu seperti batang pisang dan mendukung seperti pohon tales di kebun)

Ungkapan-ungkapan tersebut menggambarkan bahwa konsep yang terkandung dalam Pancasila hidup tersebar di seluruh antero bumi Nusantara.

Perguruan Tinggi adalah suatu komunitas ilmiah. Suatu komunitas yang memiliki karakteristik akademik. Disinilah tempat dimana produk intelektual dilahirkan, dikembangkan dan diimplementasikan. Dengan kata lain perguruan tinggi merupakan laboratorium bagi masyarakat, yang memberikan kontribusi bagi terciptanya proses pemberdayaan berfikir sesuai dengan khasanah ilmu dan kapasitas yang dimiliki untuk dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Esensi peran dan fungsi perguruan tinggi tersebut tertuang kedalam pola orientasi yang menjadi bagian dari kegiatan akademik atau yang biasa dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian). 

Sikap chauvinisme dikalangan mahasiswa tentu akan berefek negatif dalam pembangunan menuju Indonesia yang maju. Dengan adanya sikap chauvinisme tentu akan memecah belah persatuan Indonesia yang tentu akan menghambat pembangunan nasional.

Untuk itulah pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi sangat diperlukan. Yaitu untuk membentuk kepribadian generasi muda yang memiliki moral baik.
Selain itu, Pancasila juga dijadikan sebagai Paradigma dalam pembangunan social-budaya di lingkungan kampus. Karena dalam sila-sila pancasila memiliki kandungan nilai yang bersikap Humanistik, yang artinya bahwa sila-sila dalam pancasila bersumber pada harkat dan martabat manusia.


No comments:

Post a Comment

© 2012 Segenggam Cahaya | Powered by Blogger | Design by Enny Law - Supported by IDcopy