KEUTAMAAN PUASA
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, bahwa Nabi bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan
dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah
Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung
membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.'
Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika
berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau
mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2.
Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai dengan
meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan berpuasa adalah mubah-
kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang
diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta, kezhaliman dan pelanggaran
terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu,
Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan
dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum." (HR.
Al-Bukhari).
Inti
pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub kepada Allah Ta'ala dengan
meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya
dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram kemudian
ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah, ibaratnya
orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub dengan hal-hal
yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat badannya dalam shalat
malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga jika dengan tidurnya
pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal (bekerja) maka tidurnya
itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang dan malam
harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada siang harinya
ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam harinya ia adalah
orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat
mendapat pahala puasa :
Di antara
syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang halal. Jika berbuka puasa dengan
yang haram maka ia termasuk orang yang menahan diri dari yang dihalalkan
Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan tidak dikabulkan do'anya.
Orang
berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad,
yaitu :
Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan
bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung.
Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183.
KEKHUSUSAN
DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa
Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
"(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi
:
Islam
didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain
Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Ibadah
puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah
satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan kebaikan, dan
pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk
diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam hadits yang
disampaikan oleh Nabi:
"Puasa
itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan
dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari
pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda
Nabi :
"Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk
memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:
Mengimani
dengan benar akan kewajiban ini.
Mengharap
pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada
bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan
berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan
yang bathil.
3. Pada
bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan Ramadhan,
untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi:
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada
bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik
daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana
pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi
pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa
mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari
Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Malam ini
terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan pada malam-malam ganjil
lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena itu, seyogianya seorang
muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya,
memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan bersungguh-sungguh pada
setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan shalat, membaca Al-Qur'anul
Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah
menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada
bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada keesokan
harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah
Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan kaum musyrikin.
6. Pada
bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan Allah
memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke dalam agama Allah dengan
berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik dan paganisme
(keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi negeri
Islam.
7. Pada
bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan
diikat.
Betapa
banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Maka kita
wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada Allah dengan
sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk orang-orang yang
diterima amalnya dan beruntung.
Perlu
diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah menunjukinya- mungkin
berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja.
Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena
shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya.
Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang
menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat
ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan:
Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka
seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk berbagai amal
kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar.
Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para hamba Ailah, untuk
membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib
menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata yang haram, melihat
yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan yang haram agar puasanya
menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa memperoleh ampunan dan
pembebasan dari api Neraka.
Tentang
keutamaan Ramadhan, bersabda:
'"Aku
melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah kehausan, maka datanglah
kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai kenyang "
(HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan
hadits ini hasan).
"Shalat
lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan
berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa
besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi
hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil, dengan syarat
dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu perbuatan yang diancam
dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya: zina, mencuri,
minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan kekeluargaan,
transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi palsu,
memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya
tidak terdapat dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan selain keberadaannya
sebagai salah satu fardhu dalam Islam, dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul
Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang merupakan malam yang lebih balk
daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu sudah cukup, Semoga Allah
melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.
HUKUM-HUKUM
YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
1. Definisi :
Puasa
ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar
yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam
... "(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan
dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa
Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan
Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal
bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan
lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa
yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa
Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal),
dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat
wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun
syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa
dan mampu.
5. Kapan
anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama
mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya,
sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun
agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat
sahnya puasa ada enam :
Islam :
tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal :
tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz :
tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk dengan yang
buruk).
Tidak haid
: tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
Tidak
nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
Niat :
dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada
sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari
sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut
At-Tirmidzi.
Dan hadits
ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam
hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH
PUASA
Sunah puasa ada enam :
Mengakhirkan
sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
Segera
berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
Memperbanyak
amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan
berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak,
memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan
lainnya.
Jika
dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan
membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya,
membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu
semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
Berdo'a
ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya
Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka.
Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
Berbuka
dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak
punya cukup dengan air.
HUKUM
ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
Orang
sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh
baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi
wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah
(mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
"
…..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184).
Maksudnya,
jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha
(menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah
bulan Ramadhan.
Wanita
haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika
berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika
kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Wanita
hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka
tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk
setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun
jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak
puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana
diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
Orang yang
tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh.
Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk setiap
hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat
Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan
jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan) gandum, atau
satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab 'Lrmdatul Fiqh,
oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum
jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan
melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang
melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda
berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa
selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang
miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah
Ta'ala.
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..."
(Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.
HAL-HAL
YANG MEMBATALKAN PUASA
Makan dan
minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
Jima'
(bersenggama).
Memasukkan
makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang
mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
Mengeluarkan
mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab
lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan
puasa karena keluamya tanpa sengaja.
Keluarya
darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau
nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam
matahari.
Sengaja
muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut.
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa
yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang
muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam
lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia
tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi
dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan
oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
Murtad
dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan
segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.
"(Al-An'aam: 88).
Tidak
batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak
tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu,
lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika
wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia
mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban
orang yang berpuasa :
Orang yang
berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah
(menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat
mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia
menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram,
penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
Puasa yang
disunatkan:
Disunatkan
puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu
tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari
pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah),
hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya
untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi
kaum Yahudi.
PESAN
DAN NASEHAT
Manfaatkan
dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal
kebaikan sebelum maut datang menj emput. Bertaubatlah kepada Allah dengan
sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan
terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta
jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan
maupun pada bulan lainnya.
Jangan
sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan maksiat
sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai
lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah
dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab
Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat
kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka dalam segala bidang,
karena Andalah pemimpin mereka dan bertanggung jawab atas mereka di hadapan
Allah Ta'ala. Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk kemungkaran yang
menjadi penghalang untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan
diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan
ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang membahayakan mereka dalam
agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga
Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang dicintai dan
diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah kepada Nabi
kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
QIYAM
RAMADHAN
1.Dalilnya :
1. Dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
" (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari
Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan
kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat
malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari
dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i,
katanya: yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth
dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan
adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2.
Hukumnya:
Qiyam
Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah (ditekankan),
dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau anjurkan
serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin
dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu, seyogianya seorang muslim
senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan shalat malam
pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3. Keutamaannya:
Qiyamul
lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun.
Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman
Allah Ta'ala :"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya
mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat
malam) , sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap,
dan mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.
"(AsSajdah: 16).
Ini
merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi orang-orang yang mendirikan
shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah kepada kaum lainnya dengan
firman-Nya :"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di
akhir-akhir malam mereka momohon ampun (kepada Allah) . "
(Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan
orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan
mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan hadist ini
dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :"Wahai sekalian manusia, sebarkan
salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah
pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga
dengan selamat. "
Juga
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Hendaklah
kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu.
Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan
kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit dari tubuh"
(Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya,
1/308),
Dalam
hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dan
termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam
ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan
At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm.
42, 43.
Dan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :"Sebaik-baik shalat setelah fardhu
adalah shalat malam. " (HR. Muslim).
4. Bilangannya
:
Termasuk
shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan paling banyak 11
raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :"Barangsiapa yang ingin melakukan
witir dengan satu raka'at maka lakukanlah. " HR. Abu Dawud dan
An-Nasa'i.
Atau witir
dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
:"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka
lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini
boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat dua raka'at dan salam
kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir
dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan tidak salam kecuali pada akhir
raka'at.
Berdasarkan
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:"Barangsiapa ingin melakukan
witir dengan lima raka'at maka lakukanlah. "(HR. Abu Dawud dan
An-Nasa'i).
Dari
Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:"Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya witir
dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka 'atpun kecuali pada
raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ketiga
hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir
dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan
penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha :"Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima raka 'at tanpa
diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu
Majah).
Boleh juga
melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang
afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu raka'at.
Shalat
malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas shalat
malam lainnya.
5.
Waktunya :
Shalat
malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir malam.
6. Shalat
Tarawih:
Shalat
tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah bersungguh-sungguh
dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasannya dari Allah.
Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu'min
yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan.
Jangan
sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan ganjarannya.
Dan jangan pulang dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari
shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa
mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat
semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan sanad shahih)
Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, him. 26-30.
Shalat
tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama. Demikian yang
masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini dari mereka
generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh melakukan
shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya baik.
Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada panjang atau pendeknya bacaan
ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan
membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan
sepertinya lebih baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan 11
raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah radiallahu'anha yang artinya :
" Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menambah (rakaat),
baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih dari sebelas rakaat".
(HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
MEMBACA
AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab
Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah sebagai
rahmat bagi alam semesta.
Adalah
ditekankan bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan
siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan
dan buian-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap
ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim
adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul termulia, untuk umat
terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat manusia; dengan syari'at yang
paling utama, paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan
dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia
akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at baginya
pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi
kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, dengan
firmanNya " Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan
sesat dan tidak akan celaka. " (Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah,
merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah telah mengancam
orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa
berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di
hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat
dalam keadaan buta. " (Thaha: 124),
Di antara keutamaan Al-Qur'an :
1. Firman Allah Ta 'ala :"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala :" Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari
Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan
kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus. " (Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :"Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman.
" (Yunus: 57).
4. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :"Bacalah Al-Qur'an,
karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at bagi
pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya : Aku mendengar Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :"Didatangkan pada hari
KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di
dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela
pembaca kedua surat ini. " (HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, katanya: Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:"Sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya : Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab
Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali
lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf;
lam satu huruf dan mim satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits
hasan shahih).
8. Dari
Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an:
"Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kama
lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca.
"(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari
Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para
malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan
tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala,
yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang
dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan
orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan
siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang
dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang
lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka
bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan yang
diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan membacanya dengan niat
yang ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari
maknanya dan mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi
para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar, pahala yang banyak, derajat
yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka
tidak melaluinya tanpa mempelajari makna dan cara pengamalannya.
Dan perlu
Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an yang berguna bagi pembacanya, yaitu
membaca disertai merenungkan dan memahami maknanya, perintah-perintahnya dan
larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat yang memerintahkan sesuatu maka
ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau menjumpai ayat yang melarang sesuatu
maka iapun meninggalkan dan menjauhinya. Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia
memohon dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya; atau menjumpai ayat adzab, ia
berlindung kepada
Allah dan
takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagi orang yang
merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak mengamalkan dan
memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap dirinya
(mencelakainya).
Firman
Allah Ta 'ala :"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya
orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan
Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura'nul Karim, sebagaimana firman
Allah: "Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur'an
... "(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam
hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam untuk membacakan
kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu
menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an pada bulan Ramadhan dan
berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada orang yang lebih hafal.
Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan Al-Qur'an pada bulan
Ramadhan.
Tentang
keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah
berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan
mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka,
serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh
Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya. " (HR. Muslim).
Ada dua
cara untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca
ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca
ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah antara Nabi dan
Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak
membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam merupakan
waktu berhentinya segala kesibukan, kembali terkumpulnya semangat dan
bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan. Seperti dinyatakan dalam firman
Allah :
"Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu '), dan bacaan di
waktu itu lebih berkesan. "(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan
membaca Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna mungkin, yakni dengan bersuci,
menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama seperti malam,
setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh
membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan dan menaiki kendaraan.
Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu)
orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam
keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
Sedangkan
Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.
KADAR
BACAAN YANG DISUNATKAN
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap hari' membaca
sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf, karena melihat mushaf
merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada waktu-waktu
yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia, seperti: Ramadhan, Dua Tanah Suci
dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan tempat. Jika
membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdullah bin Amr :
"Bacalah
Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an,
oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu
Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari empat puluh hari, bila hal tersebut
dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata : "Betapa berat beban
Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian melupakannya."
Dilarang
bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh mushaf, dasarnya firman
Allah Ta 'ala :
"Tidak
menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak
dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR. Malik
dalam AlMuwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits
Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika
kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
AL-QUR'ANUL
KARIM SYARI'AT SEMPURNA
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan : "Sudah menjadi
kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah syari'at yang sempurna, sendi
agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan hujjah. Tiada
jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan kecuali dengannya dan tidak
ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang menyelisihinya. Kalau demikian
halnya, mau tidak mau bagi siapa yang hendak mengetahui keuniversalan
syariat, berkeinginan mengenal tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para
ahlinya harus menjadikannya sebagai kawan bercakap dan teman duduknya
sepanjang siang dan malam dalam teori dan praktek; maka dekat waktunya ia
mencapai tujuan dan menggapai cita-cita serta mendapati dirinya termasuk
orang-orang pendahulu, dan dalam rom an pertama jika ia mampu. Dan tidaklah
mampu atas hal itu kecuali orang yang senantiasa menggunakan apa yang dapat
membantunya, yaitu sunnah yang menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah
ucapan para imam terkemuka dan salaf pendahulu yang dapat membimbingnya dalam
tujuan yang mulia ini." ( Lihat AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi,
31224.)
HUKUM
MELAGUKAN AL-QUR'AN
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya disibukkan dengan lagu dan
sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan firman Allah, padahal kita
diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya dari apa
yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman
firman-Nya. Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang
talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai lagu, beliau berkata :
"Itu bid'ah.
Ibnu
Katsir rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan: "Sasaran yang
diminta menurut syara' tiada lain yaitu memperindah suara yang dapat
mendorong untuk merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia dengan khusyu',
tunduk, dan patuh penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu yang
diada-adakan yang terdiri atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan
musikal, maka Al-Qur'an adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam
membacanya diperlakukan demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh
Ibnu Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang dilarang para
ulama untuk membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf yang
panjang, memanjangkan yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan mematikan
yang hidup. Mereka lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama lagu-lagu yang
merdu. Jika hal itu dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan menjadikan harakat
sebagai huruf, maka haram hukumnya. (Lihat Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir,
oleh Ibnu Qaasim, him. 107.)
SEDEKAH
DI BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas raldhiallahu
'anhuma, ia berkata :
"Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau
lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk
membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan
Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin
yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan
beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap
tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah pun bersifat
Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada
waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling
dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam segala
sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat ganda
dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda
pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa
kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu
orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar
memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali
orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang,
dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang maka ia
memperoleh pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits
Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa
memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang
yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR.
Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan
rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar
Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat
kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha
Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis
dengan amal perbuatan.
Puasa dan
sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga. Dinyatakan
dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sungguh
di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam
dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada
beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu
wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa saja yang berkata baik,
memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam
keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini
gharib)
Semua
kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam
bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu
ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada
Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan
dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah
lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa
itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai
dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari
Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya
serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat
Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan
pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Puasa
itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api
Neraka"
Dan dalam
hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sedekah
dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air
memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits
hasan shnhih. "
Dalam
puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat
menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti dijaga.
Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak terpenuhi
dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah kekurangan
dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir
Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang
berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu
orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya
sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan
membantukannya kepada orang lain.Untuk itu disyari'atkan baginya memberi
hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan
ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan
makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai
dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan
dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak
mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui
nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga
Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan
sahabatnya.
TAFSIRAN
AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam
beberapa hari yang teutentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak beupuasa) membayar
fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan
kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini,
seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan
bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya
terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga
telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah
mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan
kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka
kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia
memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan menjelaskan manfaatnya
yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar orang yang berpuasa
mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni dengan meninggalkan
nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk mentaati perintah
Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman termasuk mereka
yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam,
oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia
memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam jumlah
yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu puasa tersebut
pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua
untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka
Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari lain.
Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan perjalanan, dan
sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi
Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman
Allah Ta 'ala :
"Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam
keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka
dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada
hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak kuat)
menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan
orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi
makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika
ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan
lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi
makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena
itulah Allah berfirman :
"Dan
berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu Katsir;
1/214)
Firman
Allah Ta 'ala :
"(Beberapa
hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghenda ukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
(Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi
mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang dengannya
Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah
menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka pegang
teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah
jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda
antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan
antara yang halal dengan yang haram.
Allah
menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan
diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki kepada
segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang sakit
dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam
oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka menggantinya, sehingga
sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan memperbanyak
dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah puasa, yakni pada saat
sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman :
"Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghenda ukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al-
Baqarah: 185).
Maksudnya,
bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya
dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang
diharamkan serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya, maka hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya. ')" (Tafsir Ibnu Karsir,
1/218)
Lalu Allah
berfirman :
"Dan
apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a
apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab
Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah,
apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita
berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu
Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah
menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a orang-orang yang
memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai
pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang hamba-Nya. Karena itu,
seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam berdo'a dan merendahkan
diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata. (Tafsir Ibnu Katsir,
I/218.)
Adapun
hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak do'a
berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada kesungguhan
dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap kali
berbuka.
Anjuran dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan fadhilah
(keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan
Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a dan Dia
menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya,
berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri dan secara rahasia, penuh
khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya, orang-orang yang melampaui
batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas dalam berdo'a adalah
permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk dirinya atau
dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam
Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata: "Orang-orang meninggikan
suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Wahai
sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada
Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a
pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a)
orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang kesulitan, yang
diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia minta,
sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang mengungkunginya,
selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan (malapetaka),
kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda:
"Do'a
adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata,
hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata, sesungguhnya
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak
ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan
kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang
semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. "
Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita
memperbanyak (do'a). "
Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memberikan kebaikan-Nya
lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR. At-Tirmidzi, ia berkata,
hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah
Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan
bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka
itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah
hinngga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan
Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab
turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata
:
"Dahulu,
para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka)
berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka,
ia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais
bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja
di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya
berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab:
"Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang
harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah
isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka
kamu." Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu
diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat
ini :
"Dihalalkan
bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka
mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah
Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus untuk membolehkan
mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada malam-malam bulan
Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam hari makan dan
minum :
"Dihalalkan
bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan
isteri- isterimu."
Rafats
adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka
dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah
membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan biologis, dengan
bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk menampakkan
anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah
penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas
berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu
pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah
membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan
keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat
i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk
sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang
mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar
perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai
maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia
jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang
teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang
bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
PELAJARAN
DARI AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Umat Islam
wajib melakukan puasa Ramadhan.
Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya.
Boleh
berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib
mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
Firman
Allah Ta 'ala :
"Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang
berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang,
juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan panas
dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan, karena Allah
Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa mensyaratkan puasa
secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara berturut-turut atau
secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih memudahkan manusia.
Orang yang
tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib
baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan satu orang
miskin.
Firman
Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik bagimu"
menunjukkan
bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih utama,
selama tidak memberatkan dirinya.
Di antara
keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan menurunkan
Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap hamba dan untuk
mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Bahwa
kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah membolehkan
berbuka bagi orang sakit dan musafir.
Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di
luar kemampuannya.
Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta
'ala :
"Dan
hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu. "
Wajib
bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa
menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan
mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
Anjuran
berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan mengabulkannya.
Kedekatan
Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya do'a, dan dari
orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib
memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk mentaati-Nya. Dan
yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
Boleh
makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan bulan
Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari. Waktu
puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya matahari.
Disyari'atkan
i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan ketaatan
kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan
di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima waktu.
Diharamkan
bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya. Bersenggama merupakan salah
satu yang membatalkan i'tikaf.
Wajib
konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya.
Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamujangan
mendekatinya."
Hikmah
dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui dari apa
ia harus bertaqwa (menjaga diri).
Orang yang
makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau belum adalah
sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih berlangsung.
Disunnahkan
makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
Boleh
mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
Puasa
adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku sabar.
(Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan
Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)
MANFAAT
PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan
kesehatan, di antaranya:
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa
membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana
menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam
diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para
saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa
mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya
tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok
termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim.
Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan
menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan
diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram,
kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan
umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan
perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka
berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan
kerusakan.
Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan
adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan
tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan
lemak di perut.
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena
berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa
mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta
mengakibatkan kelengahan.
Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya
untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu
dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi
hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya
jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya
dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan
untuk berdzikir dan berfikir.
Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas
dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama
banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan
tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut
pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan
itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya.
Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba
kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang
memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran
darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk
kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman
dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk
menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum
mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan Muslim)
BERPUASA
TAPI MENINGGALKAN SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun
terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak
bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang
agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya
adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian
antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia
telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits
Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih,
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
(Batas)
antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR.
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman :"Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya,
berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah,
niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang
beterbangan.
Demikian
pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat
dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang
keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai
dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya,
mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang
tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula halnya
dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa
tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan pertanda
yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya.Jika
tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)? Padahal
kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak
terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan
Penting:
Setiap
muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena
riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang,
toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang
memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah
mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi
Allah dengan puasanya.
Demikian
pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya
karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :"Barangsiapa berpuasa
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam
Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu. " (Muttafaq 'Alaih).
Secara
tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar
darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya.
Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah
maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, Ctetapi) barangsiapa
sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali
An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits
ini shahih.")
Orang yang
berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar),
kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita
haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak
mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak
boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan
shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan
terbitnya matahari.
Demikian
pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga
terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari.
Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat
jamaah.
Di antara
hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya
dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh)
suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika
memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik
dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu
ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan
shahih)
Dan beliau
juga bersabda :"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka
sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." (
Muttafaq 'Alaih)
Adapun
suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal
itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh
Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang
puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu sunnah,
sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.
PUASA
YANG SEMPURNA
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu, sesuai dengan tujuannya,
ikutilah langkah-langkah berikut ini :
Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa; Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan
sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah. "
HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah
(kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk
shalat malam dengan tidur siang " (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih
utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa
lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati, untuk itu hendaknya Anda telah
berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum terbit fajar, agar Anda
tidak ragu-ragu.
Segeralah
berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia
senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan
mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim dan At-Tirmidz)
Usahakan
mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah
dalam keadaan suci.
Manfaatkan
bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan didalamnya,
yakni membaca Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada
setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. AL-Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
Jagalah
lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta
perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
tidak meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh
terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari)
Hendaknya
puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi
hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa.
Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika
Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan Anda hadapi dia
dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang lebih baik.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa
adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kama beupuasa, hendaknya ia
tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau
mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa" (HR.
Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu
dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya Di
samping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan
caci-maki.
Hendaknya
Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah, takut dan
bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan buah
paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar kamu
bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
Jagalah
dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal
itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir
bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika
kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan
lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan
hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kama beupuasa jangan pula
kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya
makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain
bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya
engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
Perbanyaklah
bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih
banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan
Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paring
dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika bulan Ramadhan.
Ucapkanlah
bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah, karena-Mu aku
berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44) (Lihat
Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
TUJUAN
PUASA
Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat,
sehingga ia siap mencari sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya; menerima
sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat kehidupannya yang
abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta
mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di antara
orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan
menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah untuk Tuhan
semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti meninggalkan
segala yang dicintai karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia merupakan
rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa diketahui
bahwa ia meninggalkan hai-hal yang membatalkan puasa secara nyata, tetapi
keberadaan dia meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka tak
seorangpun manusiayang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
PETUNJUK
NABI DALAM BERPUASA
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi wasallam adalah petunjuk yang
paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah
penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara
petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan
adalah :
Memperbanyak
melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan
Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak
sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan
bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal
yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian,
beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi
semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau agar
berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air.
Nabi'shallallahu
'alaihi wasallam melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki.
Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang
mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
Jika
beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau meneruskan
puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih
antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli
isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk
petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah membebaskan dari qadha'
puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allahlah
yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam
riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam
Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga melakukan
istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa.
Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan.
(Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )
PUASA
YANG DISYARI'ATKAN
Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya anggota badan dari dosa-dosa, dan
puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan
dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas pahala
puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikannya pada kedudukan orang yang
tidak berpuasa.
Karena
itu, orang yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap anggota
badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan
mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan minum; kemaluannya berpuasa
dari bersenggama.
Bila
berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang menodai puasanya, bila
melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak puasanya.
Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan baik, demikian pula dengan
amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang tercium oleh orang
yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor (perumpamaan)
bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat dari bergaul
dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.
Dalam
hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan
sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada
aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, hadits hasan
shahih gharib).
Inilah
puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari makan dan minum.
Dalam sebuah menahan diri dari makan dan minum".
Dalam
hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah
tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum .(HR. Al-Bukhari, Ahmad
dan lainnya)
Dalam
hadits lain dikatakan :
Betapa
banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. " (HR.
Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits ini.)
SEBAB-SEBAB
AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara
sebab-sebab itu adalah :
Melakukan
puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni
dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)
Melakukan
shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang
siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih)
Melakukan
shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang
di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa
melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Memberi
ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa,
niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya, dan pembebasan
dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia menshahihkan
hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa,
berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab
(dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah
memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah
berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya
Aku mengabulkannya untukmu . "(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits
disebutkan:
"Ada
tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya disebutkan,"orang
yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan
Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka
masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar
di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa,
berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan
kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia,
(yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman
"Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya,
barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa memohon
ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para
malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti
disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang
tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki
seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni
pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak pada saat
Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan
Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a :
"Ya
Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia
kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk
berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan,
semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari
berbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan Ramadhan,
dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar puasanya diterima. Di
antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya
Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan
Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif,
oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
ADAB
PUASA
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak sempurna
kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang
tercela dan dibenci.
Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan
dusta.
Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
Hendaknya tidak memperbanyak makan.
Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak
tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat
kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang
dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan
ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam termasuk orang yang puasa
pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan
beruntung menerima hadiah dari Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup Kekal lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad,
keluarga dan segenap sahabatnya.
TENTANG
SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata :
"Bila
masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya),
menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya . " Demikian menurut
lafazh Al-Bukhari.
Adapun
lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan
malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta
mengencangkan kainnya.
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir
(bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada
bulan-bulan yang lain, di antaranya:
Menghidupkan
malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya,
dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam
Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku
tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat malam
hingga pagi. "
Diriwayatkan
dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa
mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa
pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga
menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta
menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat
Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang
sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan
Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak
serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya untuk shalat
pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain
tidak.
Dalam
hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama mereka (para
sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh
tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan
isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. "
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka pada
malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh
akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu
melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali
radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata:
Tidakkah
kalian bangun lalu mendirikan shalat ?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau
juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila telah
selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-isteri
membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di
wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan
sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya Umar
radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah,
sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya
untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! shalat!"
Kemudian membaca ayat ini :
"Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. " (Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya. Maksudnya
beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya. Diriwayatkan
bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan Ramadhan
berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan
beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli
mereka).
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan
Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli)
isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan "mengencangkan
kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Mengakhirkan
berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan
dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan
makan malam (berbuka)nya pada waktu sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id
radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah
kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin menyambung
(puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur (saja). "
Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah ?
"Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian.
Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR.
Al-Bukhari).
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau dalam puasanya dan
kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan dzikirnya yang lahir
dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah sehingga hatinya dipenuhi
Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-Minnatur Rabbaniyah
(anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak lagi memerlukan makan
dan minum.
Mandi
antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi
Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan
bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan
kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta mandi
antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir
rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari
malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan
menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul
Qadar.
Karena
itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun Lailatul
Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi
(sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada
waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan
tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara
batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan mensucikan diri dari
dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata
batinnya rusak.
Allah
tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati dan
amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah, hendaknya ia berhias
secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan taqwa. Allah Ta'ala
berfirman :"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
I'tikaf.
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha : Bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir
dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir
yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai
kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi
bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun
makna dan hakikat i'tikaf adalah: Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk
untuk menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang
disyari'atkan kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid,
khususnya pada bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam.
Orang yang
beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah, berdzikir dan
berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan
diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada Tuhannya, dan dengan
sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain
kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya
kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him.
196-203)
UMRAH
DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama dengan
pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan, bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah
di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi
wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai haji,
tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib
melakukannya.
Demikian
pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di Masjid Nabawi Madinah
pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat
di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain,
kecuali Masjidil Haram. " Dalam riwayat lain disebutkan:
"Sesungguhnya ia lebih utama. " (HR, Al- Bukhari, Muslim dan
lainnya)
LAILATUL QADAR
|
No comments:
Post a Comment