Pendahuluan
H
|
ukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.
Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai
perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi
dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara Negara dapat menuntun
pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum,
perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan dimana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk
meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional
mengatur persoalan antara berdaulat Negara dalam kegiatan mulai dari
perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. Filsuf Aristotle
menyatakan bahwa “sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik daripada
dibandingkan dengan peraturan tirani yang
merajalela.”
Hukum
Indonesia
I
|
ndonesia
adalah Negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama
yaitu sitem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di
Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya
hukum (syariah) Islam.
CONTOH
PELANGGARAN HUKUM :
1. Pelanggaran
HAM berupa kekerasan.
P
|
otret hak asasi manusia Indonesia memang tetap menunjukkan
kesenjangan baik dalam tataran nasional maupun internasional. Kesenjangan
antara teks hukum dan implementasi teks, kesenjangan antara hak sipil dan
politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Adanya kesenjangan pada sisi pembentukan undang-undang dengan
implementasi undang-undang, menurut Abdul Hakim, dipengaruhi kuatnya budaya
patrimonial dalam segala lini, baik sosial, politik, maupun budaya. Itu semua
menghambat perwujudan perlindungan hak asasi manusia. "Misalnya saja soal
teposliro antar-aparat yang menyebabkan terpidana kasus IPDN tak segera
dieksekusi meskipun sudah divonis. Semuanya permisif," ucapnya. Selain
itu, tata hubungan kekuasaan yang tak simetris. Memang kekuatan sentralisme
Soeharto telah digeser oleh reformasi menjadi oligarki apakah itu oligarki parpol,
oligarki tentara, ataupun oligarki kulturan. "Akan tetapi, masalahnya
masyarakat belum punya kekuatan untuk mengontrol oligarki," kata Abdul
Hakim. Kondisi itu masih diperparah dengan lemahnya sumber daya hukum rakyat.
Kemampuan rakyat untuk mengaktualisasikan hak-hak mereka yang diakui oleh
undang-undang dan hukum ada keterbatasan.
Indonesia sebenarnya mempunyai instrumen
legal untuk itu, yakni Undang-Undang (UU) No 39 tahun 1999, UU No. 26 Tahun
2000 dan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), UU No. 11 dan 12 Tahun
2005, dan lain-lain. Namun demikian
sangat banyak terjadi pelanggaran HAM. Hal itu tampak pada table di bawah ini.
NO
|
NAMA KASUS
|
TH
|
JML KORBAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Pembantaian
Masal 1965
|
1965-
1970
|
1.500.000
|
Korban sebagian besar
merupakan anggota PKI, atau ormas yang dianggap berafiliasi dengannya seperti
SOBSI, BTI, Gerwani, PR, Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di luar proses
hukum yang sah.
|
2
|
Penembakkan
misterius “Petrus”
|
1982-
1985
|
1.678
|
Korban sebagian besar
merupakan tokoh kriminal, residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer
ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas
|
3
|
Kasus di Timor
Timur pra
Referendum
|
1974-
1999
|
Ratusan ribu
|
Dimulai dari agresi
militer TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretilin yang sah di Timor
Timur. Sejak
itu TimTim selalu
menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan
aparat RI.
|
4
|
Kasus-kasus di
Aceh pra DOM
|
1976-
1989
|
Ribuan
|
Semenjak
dideklarasikannya GAM oleh Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi
militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi.
|
5
|
Kasus-kasus di
Papua
|
1966-
2007
|
Ribuan
|
Operasi militer
intensif dilakukan oleh TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan
dengan masalah penguasaan sumber daya alam, antara perusahaan tambang
internasional, aparat negara, berhadapan dengan penduduk local.
|
6
|
Kasus Dukun Santet
Banyuwangi
|
1998
|
Puluhan
|
Adanya pembantaian
terhadap tokoh masyarakat yang dituduh dukun santet.
|
7
|
Kasus Marsinah
|
1995
|
1
|
Pelaku utamanya tidak
tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan
(represi) militer di bidang perburuhan.
|
8
|
Kasus Bulukumba
|
2003
|
2 orang tewas,
puluhan orang
ditahan dan lukaluka.
|
Insiden ini terjadi
karena keinginan PT London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan
mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.
|
2. Pelanggaran
oleh kendaraan bermotor.
UU NOMOR 14 TAHUN 1992
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
BAB XIII
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Barangsiapa
mengemudikan kendaraan bemotor di jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,
atau tidak
memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas jalan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
3.000.000,- (tiga
juta rupiah).
BAB IV
PRASARANA
Bagian Keempat
Fasilitas Parkir Untuk Umum
Pasal 11
1. Untuk
menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan
dapat diadakan
fasilitas parkir untuk umum.
2. Fasilitas
parkir untuk umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan
oleh
Pemerintah, badan
hukum Indonesia, atau warga negara Indonesia.
3. Ketentuan
mengenai fasilitas parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
K E N D A R A A N
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan
Bermotor
Pasal 12
1. Setiap
kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai dengan
peruntukannya, memenuhi
persyaratan
teknis dan laik jalan serta sesuai dengan kelas jalan yang dilalui.
2. Setiap
kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang
dibuat
dan/atau dirakit
di dalam negeri serta diimpor, harus sesuai dengan peruntukan dan kelas jalan
yang
akan dilaluinya
serta wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
3. Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan
Pemerintah.
No comments:
Post a Comment