Sunday 17 March 2019

CERPEN SI DUTA GOLPUT: bagian 2


CERPEN SI DUTA GOLPUT: bagian 2

Beberapa waktu pun berlalu.
Golput bagi saya bukan berarti tidak melakukan pemilihan. Golput bagi saya adalah tidak setuju dengan calon yang ada dan bentuk sikap adanya keinginan untuk memiliki model calon yang lain sesuai dengan kriterianya, namun tidak terdaftar disana. Ada manusia yang berpendapat bahwa daftar calon yang diajukan kepadanya tidak pantas, apakah dia harus tetap memaksakan dirinya untuk memilih diantara pilihan tersebut?

Namun seegois egoisnya saya, saya tetap mencari pemikiran lain yang mampu menekan keegoisan saya. Pemikiran itu saya temukan dari nasihat yang disampaikan oleh Ustad yang rutin mengisi kajian pada salah satu masjid di Kota Jambi. Beliau bilang:
“Antum jangan golput… jika kita diajukan pilihan pilihan yang setiap pilihannya adalah mudharot (keburukan), maka antum pilihlah pilihan yang mudharotnya paling kecil…”

Keegoisan saya kembali berkata:
“tapi saya tidak suka dengan sistem mengajukan diri sendiri sebagai calon. Saya tidak suka sistem partai. Bagaimana dia bisa adil sementara ada suatu golongan yang berjasa menjadikannya pemimpin? Bukankah golongan itu nantinya akan meminta hubungan timbal balik?”

Sang ustad kembali memberi nasihat:
“Antum beriman kepada Nabi kan? Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda melalui hadist shahih yang disampaikan melalui perawi yang shahih (saya lupa namanya), bahwasannya beliau berkata (sang Nabi), “ikutilah ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu, meskipun kamu harus disiksa punggungmu dan diambil hartamu, kecuali ulil amri tersebut memintamu mensekutukan Allah, dan itu lebih baik bagimu… (mohon maaf saya tidak menyampaikan kalimatnya secara persis,)”

[Rujukan dalil bisa dilihat di halaman https://rumaysho.com/3111-taat-pada-pemimpin-yang-zalim.html]

Saya kemudian mencoba berdamai. Keegoisan saya masih mutlak, tapi ketika dipikir lagi, apa yang sebenarnya saya inginkan? Apa efek yang akan ditimbulkan seandainya kejadian kotak kosong benar-benar terwujud? Apakah saya ingin memancing perang saudara di negara ini? Mengajukan suatu sistem di tempat yang sudah ada sistem bisa dianggap kudeta. Mungkin memang benar suatu saat sistem bisa berubah. Namun sistem yang saya idam idamkan belum tentu adalah sistem idaman semua orang. Tentu butuh perjalan panjang untuk merubah sistem. Dan itu butuh beberapa kali perseteruan yang mungkin bahanya lebih besar dibandingkan saya sekedar “memilih” dan mengikuti sistem yang ada.

Dari sini, saya memutuskan untuk menekan keegoisan saya. Namun saya sama sekali tidak akan membunuh diri saya.





https://www.instagram.com/noorarif.m

No comments:

Post a Comment

© 2012 Segenggam Cahaya | Powered by Blogger | Design by Enny Law - Supported by IDcopy