CERPEN SI DUTA GOLPUT: bagian 2
Beberapa waktu pun
berlalu.
Golput bagi saya
bukan berarti tidak melakukan pemilihan. Golput bagi saya adalah tidak setuju
dengan calon yang ada dan bentuk sikap adanya keinginan untuk memiliki model
calon yang lain sesuai dengan kriterianya, namun tidak terdaftar disana. Ada
manusia yang berpendapat bahwa daftar calon yang diajukan kepadanya tidak pantas,
apakah dia harus tetap memaksakan dirinya untuk memilih diantara pilihan
tersebut?
Namun seegois
egoisnya saya, saya tetap mencari pemikiran lain yang mampu menekan keegoisan
saya. Pemikiran itu saya temukan dari nasihat yang disampaikan oleh Ustad yang rutin
mengisi kajian pada salah satu masjid di Kota Jambi. Beliau bilang:
“Antum jangan
golput… jika kita diajukan pilihan pilihan yang setiap pilihannya adalah
mudharot (keburukan), maka antum pilihlah pilihan yang mudharotnya paling
kecil…”
Keegoisan saya
kembali berkata:
“tapi saya tidak
suka dengan sistem mengajukan diri sendiri sebagai calon. Saya tidak suka
sistem partai. Bagaimana dia bisa adil sementara ada suatu golongan yang
berjasa menjadikannya pemimpin? Bukankah golongan itu nantinya akan meminta
hubungan timbal balik?”
Sang ustad kembali
memberi nasihat:
“Antum beriman
kepada Nabi kan? Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda melalui
hadist shahih yang disampaikan melalui perawi yang shahih (saya lupa namanya),
bahwasannya beliau berkata (sang Nabi), “ikutilah ulil amri (pemegang
kekuasaan) diantara kamu, meskipun kamu harus disiksa punggungmu dan diambil
hartamu, kecuali ulil amri tersebut memintamu mensekutukan Allah, dan itu lebih
baik bagimu… (mohon maaf saya tidak menyampaikan kalimatnya secara persis,)”
[Rujukan dalil bisa
dilihat di halaman https://rumaysho.com/3111-taat-pada-pemimpin-yang-zalim.html]
Saya kemudian
mencoba berdamai. Keegoisan saya masih mutlak, tapi ketika dipikir lagi, apa
yang sebenarnya saya inginkan? Apa efek yang akan ditimbulkan seandainya
kejadian kotak kosong benar-benar terwujud? Apakah saya ingin memancing perang
saudara di negara ini? Mengajukan suatu sistem di tempat yang sudah ada sistem
bisa dianggap kudeta. Mungkin memang benar suatu saat sistem bisa berubah.
Namun sistem yang saya idam idamkan belum tentu adalah sistem idaman semua
orang. Tentu butuh perjalan panjang untuk merubah sistem. Dan itu butuh
beberapa kali perseteruan yang mungkin bahanya lebih besar dibandingkan saya
sekedar “memilih” dan mengikuti sistem yang ada.
Dari sini, saya memutuskan
untuk menekan keegoisan saya. Namun saya sama sekali tidak akan membunuh diri
saya.
https://www.instagram.com/noorarif.m
No comments:
Post a Comment