ANALISA TANAMAN KANTUNG SEMAR (Nephenthes sp.)
MAKALAH
Disusun oleh :
Muhammad Noor Arif
https://www.instagram.com/noorarif.m
MATA KULIAH STRUKTUR PERKEMBANGAN
TUMBUHAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan
yang maha esa, karena hanya oleh berkat dan rahkmat-Nya sajalah sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah “Analisa Tanaman Kantung Semar” ini
dengan segala baiknya.
Terima kasih pula saya ucapkan kepada semua
pihak yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaiakan penulisan makalah
saya ini. Dan maksud dari penulisan makalah saya ini adalah sebagai penunjang
dalam pemberian nilai tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Tumbuhan.
Kiranya dosen pengajar dapat memberikan
nilai yang terbaik, sehingga segala tuntutan perkuliahan saya dapat
terselesaikan dengan segala baiknya.
Juga diharapkan kriktik dan sarannya dari
berbagai pihak agar makalah saya ini dapat menjadi lebih baik lagi. Atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Jambi, 7 Desember 2015
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kantung semar memiliki karakter biologi sangat unik yakni mampu
mengabsorbsi unsur N dari tubuh serangga yang terjebak di kantungnya (Bhattacharyya
dan Jahri, 1998; Kinnaird, 1997). Handoyo dan Sitanggang (2006) melaporkan
bahwa uniknya kantong-kantong Nepenthes
adalah pada kantongnya yang merupakan penjebak ulung bagi serangga berupa
lalat, semut, maupun kupu-kupu, bahkan ada jenis kantong Nepenthes tertentu bisa menjebak katak atau burung. Tanaman ini
biasanya hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan
gambut dan rawa pada dataran rendah dan dataran tinggi (Clarke, 2001). Nepenthes atau kantong semar merupakan
sejenis tanaman hias yang unik dan merupakan salah satu tanaman pemakan
serangga khas daerah tropis. Sebanyak 60% dari 83 spesies yang telah teridentifikasi
di dunia dapat ditemukan di Indonesia dengan bermacam-macam nama yang diberikan
terhadap tanaman tersebut sesuai dengan wilayahnya masing-masing, seperti
Periuk Monyet di Riau, Kantong Beruk di Jambi, di Bangka dikenal dengan
Ketakung, sedangkan masyarakat Jawa Barat mengenal Nepenthes dengan sebutan
Sosok Raja Mantri (Mansur, 2006).
Klasifikasi kantung semar sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1989) :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisilo : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
SubKleas : Dialypetalae
Ordo : Sarraceniales
Familia : Nepenthaceae
Genus : Nepenthes
Di Indonesia, semua tumbuhan yang termasuk dalam genus Nepenthes dilindungi berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999, Tanggal 27 Januari
1999, tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, sehingga setiap aktivitas
yang dapat mengganggu kelestarian anggota genus ini harus dihindari (Mulyanto,
2000).
Di tingkat internasional,
perlindungan terhadap Nepenthes juga
telah disepakati. Semua spesies Nepenthes
masuk ke dalam daftar CITES (Convention on International Trade of Endangered
Species) sebagai tanaman yang rentan kepunahan. Beberapa Asosiasi pencinta
Nepenthes juga sudah dibentuk di beberapa daerah, seperti Asosiasi Pencinta
Tanaman keluarga Nepenthaceae di antaranya The International Carnivorous Plant
Society di Amerika serikat; New England Carnivorous Plant Society and the
Cernivorous Plant Society di Inggris. Organisasi-organisasi ini bertugas untuk
menjaga, memelihara dan menyilangkan berbagai spesies yang ada. (Handoyo dan
Sitanggang, 2006).
1.2. Batasan Masalah
Penulisan makalah ini dibatasi
oleh kurangnya penelitian di lapangan secara langsung karena terbatasnya objek
penelitian yakitu hanya melalui sumber jurnal.
1.3. Tujuan Penelitian
Adalah untuk mengetahui apa
sebenarnya yang dapat dianalisa dari tanaman kantung semar.
1.4. Manfaat Penelitian
Dapat memberikan informasi lebih
lanjut tentang tanaman kantung semar.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1. Kantung Semar di Lereng Gunung Merbabu
Dari penelitian lapangan di
sekitar jalan setapak menuju puncak Gunung Merbabu melalui jalur pendakian
Selo, Boyolali diketahui bahwa Nepenthes hanya tumbuh pada kisaran ketinggian
1500-2000 m dpl, dengan luas penutupan hanya sekitar 5-10% dan letaknya sangat
terpencar-pencar (Mulyanto, 2000).
Morfologi Nepenthes
Nepenthes
termasuk herba atau terna. Batang herbaseus. Daun tunggal tersebar dengan rumus
duduk daun pada batang 2/5, helai daun memeluk batang, ujung daun menyempit dan
memanjang membentuk sulur pembelit, berguna untuk memanjat pada tumbuhan lain.
Ujung sulur kadang-kadang termodifikasi menjadi badan yang mirip kantung
(piala) dengan tutup pada bagian mulutnya. Penutup dan kanton dihubungkan
semacam engsel di bagian dorsal kantung. Bibir kantung bergerigi dan licin
berlilin. Panjang kantung 5 –10 cm (Lloyd, 1942). Infloresensi racemose, menuju
bentuk panicula, uniseksual, aktinomorf, hypogen dan monochlamydeous. Sepala
3-4 filamen monodelphous sampai bentuk kolom. Bunga betina dengan pistilum
tunggal, gynoecium syncarp dengan karpela 3-4, ovarium superior dengan 3-4
ruangan. Buah berbentuk kapsul loculicidal. Biji panjang mempunyai endosperm
dan lembaga yang panjang (Bhattacharyya dan Jahri, 1998). Kantung berfungsi
untuk menangkap serangga. Kantung ini mempunyai warna sangat menarik yaitu:
hijau dengan bercak merah. Menurut Lloyd (1942) dan Leach (1940), kantung dapat
pula berwarna ungu, kuning, hijau dan putih. Serangga yang tertarik oleh warna,
lebih jauh dipikat dengan nektar dan bau-bauan yang dihasilkan oleh kelenjar di
bagian bawah bibir yang berlekuklekuk dan menjorok ke dalam rongga kantung.
Serangga seringkali terpeleset dari bibir yang licin berlilin dan tercebur ke
dalam cairan di dalam kantung. Cairan ini berisi bermacammacam enzim pencernaan
yang dihasilkan kelenjar di pangkal kantung. Lilin di permukaan dalam kantung
tidak memungkinan serangga yang terjebak untuk keluar. Di dasar kantung hidup
larva nyamuk, tungau beberapa organisme lain yang tahan terhadap enzim pencernaan.
Organisme ini berperan untuk memakan sisa-sisa bangkai serangga, sehingga
kebersihan kantung tetap terjaga (Kinnaird, 1997; Lloyd, 1942; Gibbs, 1950).
Keanekaragaman bentuk kantung.
Dalam penelitian Mulyanto (2000) ini
ditemukan dua variasi bentuk morfologi kantung dari tumbuhan Nepenthes yang sama. Kantung pertama
memiliki panjang 5-20 cm dengan garis tengah 1-5 cm. Kantung ini berwarna hijau
dengan bintik-bintik merah dan memiliki bulubulu yang teratur pada dua deret.
Bentuk kantung ini banyak ditemukan pada daerah gelap dengan kanopi yang
banyak. Kantung kedua memiliki panjang 5-30 cm dengan garis tengah 1-5 cm.
Kantung ini berwarna hijau polos, tanpa bulu-bulu pada permukaan luarnya.
Bentuk kantung ini banyak ditemukan pada tempat-tempat terbuka dengan sedikit
kanopi. Menurut Kinnaird (1997), satu tumbuhan Nepenthes dapat memiliki dua atau tiga bentuk kantung yang
berbeda-beda, dari yang berbentuk bulat di pangkal batang, hingga yang
berbentuk corong memanjang di ujung batang. Keanekaragaman bentuk kantung ini
mencegangkan dan membingungkan para ahli botani dalam identifikasi, sehingga
jumlah jenis tumbuhan ini hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Faktor abiotik.
Lereng selatan Merbabu, lokasi
tempat tumbuhnya Nepenthes memiliki
kelembaban udara relatif tinggi. Di tempat ini Nepenthes banyak ditemukan pada tanah yang mengandung cukup humus,
sebagai hancuran serasah daun dan ranting-ranting pohon, namun banyak pula yang
tumbuh di tempat berbatu-batu dengan lapisan humus tipis. Kelembaban yang
tinggi di lereng selatan bagian bawah, ketinggian 1500-2000 m dpl., dikarenakan
curah hujan yang tinggi. Penyebab keadaan ini ialah udara panas dari daratan
rendah yang terbawa oleh angin tenggara menjadi dingin pada waktu dipaksa naik mengikuti
lereng pegunungan. Akibatnya daya tambat air oleh udara berkurang, sehingga
terbentuk awan yang menyebabkan hujan. Intensitas cahaya di lantai hutan tempat
ditemukannya Nepenthes berkisar antara 10% (tempat ternaung kanopi) hingga
15-25% (tempat terbuka). Intensitas cahaya tidak banyak berpengaruh terhadap
pertumbuhan Nepenthes dilihat dari
variasi bentuk daun. Pada lokasi terbuka, daun kelima dari ujung tunas mempunyai
rata-rata panjang 23 cm dan lebar daun 6 cm, sedangkan pada tempat teduh mempunyai
rata-rata panjang 24 cm dan lebar 6,5 cm. Pengukuran derajat keasaman tanah menunjukkan
Nepenthes umumnya hidup pada tanah
dengan pH asam (Mulyanto, 2000).
Faktor biotik.
Memurut Mulyanto (2000) Tumbuhan
lain yang hidup di sekitar rumpun Nepenthes
ikut mendukung atau menyokong kehidupan genus ini, sehingga terbentuk simbiose baik
mutualisme maupun komensalisme. Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis
tumbuhan yang disuluri oleh Nepenthes.
Dua tumbuhan tersebut adalah: Myristica
(sejenis pala) dan Thunbergia fragrans
Roxb. (poncosudo).
Myristica
(Familia Myristicaceae)
Habitus pohon, tinggi 5-18 m. Daun
tersebar atau berseling, tunggal, tanpa daun penumpu, berbentuk bulat telur
atau elips memanjang, pangkal runcing, ujung meruncing, sisi bawah hijau
kebiruan pucat, sisi atas hijau tua, 5-15 kali 3-7 cm, apabila diremas berbau
harum. Bunga beraturan, kebanyakan berkelamin 1, berumah 2. Tenda bunga
bersatu, tunggal dengan 3 taju, jarang 2 atau 4, waktu kuncup bersambung secara
katup. Bunga jantan bentuk periuk, panjang 7- 9 mm, dengan taju yang segitiga.
Bunga betina lebih besar. Buah berdaging atau keras, membuka dengan 2, jarang
dengan 4 katup, berbentuk buah peer, lebar 4-6 kali 3-5,5 cm, gundul, kuning
kecoklatan-oranye. Biji bergaris-garis, berbau harum, keseluruhan dibungkus
oleh selubung biji merah yang terbagi dalam taju taju yang banyak. Keberadaan
tumbuhan ini di lereng Gunung Merbabu relatif merata sampai ketinggian sekitar
2500 m dpl, tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tumbuhan ini selain menjadi
sarana menjalarnya sulur-sulur Nepenthes,
juga memiliki kanopi yang cukup luas, sehingga dapat menjaga kelembaban dan menyediakan
humus melalui serasah daun yang membusuk (Mulyanto, 2000).
Thunbergia
fragrans Roxb (Poncosudo)
Tumbuhan ini berupa semak, sering
bercabang banyak, hidup lama, tinggi 1-3 m. Daun majemuk menjari beranak daun
enam (heksafolialatus), tidak berupih, pangkal tangkai daun membengkak
(pulvinus). Tumbuhan ini jarang ditemukan, biasanya hidup pada ketinggian 0-900
m. Bila dilihat dari morfologinya, maka tumbuhan ini mudah disuluri oleh
Nepenthes, karena mempunyai batang yang tidak terlalu besar, berupa semak dan
bercabang banyak (Mulyanto, 2000).
Pemencaran biji
Biji Nepenthes memiliki bentuk
seperti serbuk (debu), sehingga dapat disebarkan angin (anemokori) pada lokasi
yang sangat luas dan tumbuh terpencar-pencar. Biji dapat pula terbawa aliran
air hujan. Namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tumbuhan ini hanya
ditemukan pada kisaran yang sangat terbatas, pada ketinggian 1500-2000 m dpl.
Hal ini menunjukkan bahwa biji memerlukan substrat yang sesuai untuk dapat
tumbuh, khususnya kelembaban, pH tanah dan suhu. Tanggapan biji terhadap faktor
lingkungan ini tergantung spesiesnya. Oleh karena itu pertumbuhan dan
penyebarannya bersifat spatial, terbatas pada tempat-tempat tertentu dan jarang
tumbuh dalam jumlah besar (Mulyanto, 2000).
2.2. Kantung Semar di Lahan Gambut Bukit Rawi
Hasil inventarisasi Hariyadi
(2013) menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis tumbuhan kantung semar di wilayah lahan
gambut Bukit Rawi Kalimantan Tengah. Tiga jenis tumbuhan kantung semar tersebut
adalah N. mirabilis, N. gracilis dan N. reinwardtiana. Tumbuhan kantung semar
dapat ditemui pada areal terbuka dan ternaungi di wilayah hutan rawa gambut Bukit
Rawi. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan kantung semar dapat mentoleransi
kondisi lahan gambut sebagai areal tempat tumbuh dengan faktor lingkungannya.
Menurut Clarke (1997) kantung semar biasanya tumbuh dan berkembang di habitat
bernutrisi rendah karena lebih dapat bertahan hidup dengan strategi perolehan nutrisi
melalui kantung perangkap mangsa.
Tumbuhan kantung semar memiliki
cara yang unik dimana jenis ini menggunakan serangga sebagai makannya.
Kemampuannya dalam menjebak serangga disebabkan oleh adanya organ berbentuk
kantong yang menjulur dari ujung daunnya (Harsono dan Chandra, 2005; Mansur,
2008; Mithofer, 2011). Kantong dari kantong semar bukanlah merupakan organ
bunga, melainkan daun yang berubah fungsi menjadi alat untuk memperoleh nutrisi
dari serangga yang terperangkap. Sedangkan bagian yang mirip daun sebenarnya
adalah tangkai daun yang melebar dan tetap berfungsi untuk fotosintesis
(Ellison dan Goteli, 2001).
Kemampuan Nepenthes hidup di tanah yang miskin unsur hara menjadikan Nepenthes mengembangkan kantongnya
sebagai alat untuk memenuhi kekurangan suplai unsur hara terutama nitrogen dan
fosfor (Wang et al., 2009; Mithofer, 2011; Morohoshi et al., 2011). Kantung Nepenthes aktif untuk transportasi
material ke dalam dan keluar lumen kantung dan berfungsi sebagai alat sekresi
dan absorbsi (Owen et al., 1999; Rischer et al., 2002; Wang et al., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian
Hariyadi (2013) menunjukkan bahwa jenis tumbuhan kantung semar yaitu N. mirabilis mampu tumbuh di berbagai
tipe habitat, yaitu di areal terbuka atau areal ternaungi. Rentang penyebaran N. mirabilis lebih luas dibanding dengan
jenis Nepenthes yang lainnya. Jenis
ini ditemukan merambat pada pohon atau perdu di dekatnya atau tumbuh di atas
permukaan tanah. Kantong bawah berbentuk oval hingga berbentuk pinggang,
berwarna hijau atau merah, memiliki dua sayap. Kantong atas berbentuk pinggang,
berwarna hijau, hijau dengan lurik merah atau merah keunguan, tinggi ± 20 cm
dan lebar ± 4 cm.
GAMBAR N.
mirabilis
N.
gracilis juga ditemukan pada areal terbuka dan ternaungi.
Pertumbuhan N. gracilis
menempel/merambat pada batang atau cabang pohon lain yang hidup didekatnya dan
ada juga yang hidup terrestrial di atas permukaan tanah gambut. Kantong bagian
bawah N. gracilis memiliki dua sayap, berbentuk oval, kantong atas berbentuk
selinder, tinggi ± 12 cm, lebar ± 3 cm, berwarna hijau, merah maron atau
terkadang cokelat kemerah-merahan. Bunga berbentuk tandan dengan warna coklat tua
dengan panjang ± 25 cm (Hariyadi, 2013).
GAMBAR N.
gracilis
N.
reindwardtiana mempunyai areal penyebaran yang sempit dan
hanya ditemukan di dareal terbuka dengan intensitas cahaya matahari penuh. Hal
ini menunjukkan bahwa jenis ini mempunyai daya adaptasi rendah terhadap kondisi
lingkungan. Kantong bawah, 1/3 bagian bawah membulat dan 2/3 bagian atasnya
selinder hingga corong, bersayap dua tanpa bulu, memiliki dua spot mata di
dalam dinding bagian dalam, ada juga yang tidak memiliki spot mata. Kantong
atas berbentuk hampir sama denga kantong bawah, tetapi tidak bersayap, tinggi ±
18, lebar ± 5 cm (Hariyadi, 2013).
Clarke (2001) memastikan bahwa
Kalimantan sebagai pusat penyebaran kantong semar di Indonesia. Pulau ini
memiliki 31 jenis kantung semar, 24 jenis diantaranya berstatus endemik.
Wardani et al. (2005) mencatat bahwa di daerah Kalampangan Kalimantan Tengah terdapat
tiga jenis tumbuhan kantung semar yaitu N. ampullaria, N. gracilis dan N.
rafflesiana. Mansur (2008) mencatat bahwa di daerah Sabangau Kereng Bangkirai
Kalimantan Tengah terdapat empat jenis tumbuhan kantung semar, ialah N. gracilis, N. rafflesiana, N. ampullaria
dan N. xhookeriana. Distribusi N.
gracilis sangat luas dibandingkan jenis lainnya di daerah tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di daerah Bukit Rawi, Kalampangan
(Wardani et al., 2005), dan Sabangau Kereng Bangkirai (Mansur, 2008)
menunjukkan bahwa jenis N. gracilis
mempunyai daerah penyebaran yang luas dibandingkan dengan jenis kantung semar
lainnya.
N. reindwardtiana
2.3. Penelitian Tentang Kantung Semar
Berdasarkan penelitian terhadap
induksi pembentukan kantong dan pertumbuhan dua jenis Nepenthes yaitu Nepenthes
ampullaria dan Nepenthes mirabilis
dengan berbagai konsentrasi media MS yang digunakan maka dapat disimpulkan
bahwa jenis Nepenthes memberikan pengaruh
terhadap jumlah daun, jumlah kantong dan tinggi tanaman pada media in vitro.
Selain jenis Nepenthes, berbagai
konsentrasi media MS juga mempengaruhi beberapa variabel di antaranya adalah
jumlah daun dan jumlah kantong yang terbentuk, namun tinggi tanaman tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi media MS. Jumlah daun N. mirabilis lebih banyak dibandingkan dengan N. ampullaria sebaliknya jumlah kantong N. ampullaria lebih banyak dibandingkan N. mirabilis. Semua konsentrasi media yang digunakan mampu menginduksi
pembentukan kantong secara in vitro. Jumlah kantong tertinggi dihasilkan oleh
media 0,0625 MS yaitu sebesar 6 kantong/tanaman. Berdasarkan pengamatan visual
terhadap kualitas kantong yang terbentuk, kantong pada media 0,0625 MS
mempunyai bentuk dan ukuran yang lebih bagus, hampir sama dengan kantong pada
media 0,125 MS dan 0,000MS, namun pada media 0,000 MS warna kantong mengikuti
warna daunnya yang menguning (Yelli, 2013).
BAB
3
KESIMPULAN
1. Indonesia
memiliki banyak tanaman kantung semar yang endemik
2. Kemampuan
kantung semar termasuk kemampuan yang unik sebagai tanaman yang hidup di tempat
yang miskin unsur hara.
3. Penelitian
lebih lanjut tentang ketermanfaatan senyawa yang dihasilkan kantung semar belum
dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bhattacharyya, B dan B.M.
Jahri. 1998. Flowering Plants Taxonomy and Phylogeny. New Delhi: Narosa Publishing
House.
Clarke C. 1997. Nepenthes of Borneo. Natural History
Publication (Borneo). Kota Kinibalu.
Clarke C. 2001. Nepenthes of Sumatera and Peninsular
Malaysia. Natural History Publication (Borneo). Kota Kinibalu
Ellison AM dan Gotelli NJ.
2001. Evolutionary ecology of carnivorous
plants. Trends in Ecol. and Evol. 16 (11): 623 – 629
Gibbs, R.D. 1950. Botany, An Evalutionary Approach. Toronto:
The Blakiston Company.
Handoyo, F. dan M.
Sitanggang, 2006. Petunjuk Praktis
Perawatan Nepenthes. Agromedia Pustaka. Jakarta. 66 p.
Hariyadi. 2013. Inventarisasi Tumbuhan Kantung Semar
(Nephentes spp.) di Lahan Gambut Bukit Rawi, Kalimantan Tengah. Palangka
Raya: Universitas Terbuka Palangka Raya. [Vol. 6, No. 1]
Harsono T dan Chandra RH.
2005. Biodiversity suku Nepentheaceae di
Pulai Poncan, Aek Nauli, dan Gunung Sinabung. J. Ilmiah Pendidikan. 9(6):
686 – 699
Kinnaird, M.F. 1997. Sulawesi Utara, Sebuah Panduan Sejarah Alam.
Jakarta: Yayasan Pengembangan Wallacea.
Leach, C.G. 1940. Insect Transmition of Plant Disease. New
York: Mc Grow Hill Book Company.
Lloyd, F.E. 1942. The Carnivoruos Plant. New York: The Rolland
Press Company
Mansur M. 2006. Data 64 Jenis Kantung semar (nepenthes) yang
tercatat Hidup di Indonesia. Jakarta.
Mansur M. 2008. Penelitian ekologi Nepenthes di laboratorium
alam hutan gambut Sabangau Kereng Bangkirai Kalimantan Tengah. J. Tek. Ling.
9 (1): 67-73.
Mithofer A. 2011. Carnivorous pitcher plants: Insights in an
old topic. Phytochem. 72 (13): 1678–1682.
Mulyanto, H.,
Cahyuningdari D. dan Setyawan A. D. 2000. Kantung
Semar (Nephenthes sp.) di Lereng Gunung Merbabu. Surakarta: Jurusan Biologi
FMIPA UNS. [Vol. 1, No.2]
Owen TP, Lennon KA, Santo
MJ dan Anderson AM. 1999. Pathways for nutrient
transport in the pitcher plant Nepenthes alata. Ann. Bot. 89(4): 459-466
Rischer H, Hamm A dan
Bringmann G. 2002. Nepenthes insignis
uses a C2- portion of the carbon skeleton of lalanine acquired via its
carnivorous organs, to build up the allelochemical plumbagin. Phytochem.
59(6): 603-609
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).
Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Wang, L., Q. Zhou, Y.
Zheng and S. Xu. 2009. Composite
structure and properties of the pitcher surface of the carnivorous plant
Nepenthes and its influence on the insect attachment system. Prog. in Nat.
Sci. 19 (12): 1657 – 1664
Wardani W, Simbolon W dan
Dirman. 2005. Inventarisasi tumbuhan di
lahan gambut Kalampangan Kalimantan Tengah. Lap. Tek. Bidang Botani. Pusat
Penelitian Biologi LIPI, hlm. 204-211
Yelli, Fitri. 2013. Induksi Pembentukan Kantong dan Pertumbuhan
Dua Spesies Tanaman Kantong Semar (Nephentes spp.) Pada Berbagai Konsentrasi
Media MS Secara In Vitro. Bandar Lampung: Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. [Jurnal Agrotropika 18(2) 56-62]
No comments:
Post a Comment