Saturday 23 March 2019

ANALISA TANAMAN KANTUNG SEMAR (Nephenthes sp.)


ANALISA TANAMAN KANTUNG SEMAR (Nephenthes sp.)

MAKALAH



Disusun oleh :
Muhammad Noor Arif
https://www.instagram.com/noorarif.m


MATA KULIAH STRUKTUR PERKEMBANGAN TUMBUHAN







KATA PENGANTAR



Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena hanya oleh berkat dan rahkmat-Nya sajalah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah “Analisa Tanaman Kantung Semar” ini dengan segala baiknya.
Terima kasih pula saya ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaiakan penulisan makalah saya ini. Dan maksud dari penulisan makalah saya ini adalah sebagai penunjang dalam pemberian nilai tugas Mata Kuliah Struktur Perkembangan Tumbuhan.
Kiranya dosen pengajar dapat memberikan nilai yang terbaik, sehingga segala tuntutan perkuliahan saya dapat terselesaikan dengan segala baiknya.
Juga diharapkan kriktik dan sarannya dari berbagai pihak agar makalah saya ini dapat menjadi lebih baik lagi. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.


Jambi, 7 Desember 2015


Penyusun










BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.    Latar Belakang
          
Kantung semar memiliki karakter biologi sangat unik yakni mampu mengabsorbsi unsur N dari tubuh serangga yang terjebak di kantungnya (Bhattacharyya dan Jahri, 1998; Kinnaird, 1997). Handoyo dan Sitanggang (2006) melaporkan bahwa uniknya kantong-kantong Nepenthes adalah pada kantongnya yang merupakan penjebak ulung bagi serangga berupa lalat, semut, maupun kupu-kupu, bahkan ada jenis kantong Nepenthes tertentu bisa menjebak katak atau burung. Tanaman ini biasanya hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut dan rawa pada dataran rendah dan dataran tinggi (Clarke, 2001). Nepenthes atau kantong semar merupakan sejenis tanaman hias yang unik dan merupakan salah satu tanaman pemakan serangga khas daerah tropis. Sebanyak 60% dari 83 spesies yang telah teridentifikasi di dunia dapat ditemukan di Indonesia dengan bermacam-macam nama yang diberikan terhadap tanaman tersebut sesuai dengan wilayahnya masing-masing, seperti Periuk Monyet di Riau, Kantong Beruk di Jambi, di Bangka dikenal dengan Ketakung, sedangkan masyarakat Jawa Barat mengenal Nepenthes dengan sebutan Sosok Raja Mantri (Mansur, 2006).

Klasifikasi kantung semar sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1989) :
Divisi           : Spermatophyta
Sub Divisilo  : Angiospermae
Kelas            : Dicotyledoneae
SubKleas      : Dialypetalae
Ordo            : Sarraceniales
Familia         : Nepenthaceae
Genus           : Nepenthes

Di Indonesia, semua tumbuhan yang termasuk dalam genus Nepenthes dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999, Tanggal 27 Januari 1999, tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, sehingga setiap aktivitas yang dapat mengganggu kelestarian anggota genus ini harus dihindari (Mulyanto, 2000).

 Di tingkat internasional, perlindungan terhadap Nepenthes juga telah disepakati. Semua spesies Nepenthes masuk ke dalam daftar CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) sebagai tanaman yang rentan kepunahan. Beberapa Asosiasi pencinta Nepenthes juga sudah dibentuk di beberapa daerah, seperti Asosiasi Pencinta Tanaman keluarga Nepenthaceae di antaranya The International Carnivorous Plant Society di Amerika serikat; New England Carnivorous Plant Society and the Cernivorous Plant Society di Inggris. Organisasi-organisasi ini bertugas untuk menjaga, memelihara dan menyilangkan berbagai spesies yang ada. (Handoyo dan Sitanggang, 2006).

1.2.    Batasan Masalah

Penulisan makalah ini dibatasi oleh kurangnya penelitian di lapangan secara langsung karena terbatasnya objek penelitian yakitu hanya melalui sumber jurnal.


1.3.    Tujuan Penelitian

Adalah untuk mengetahui apa sebenarnya yang dapat dianalisa dari tanaman kantung semar.

1.4.    Manfaat Penelitian

Dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang tanaman kantung semar.



























BAB 2
PEMBAHASAN


2.1.    Kantung Semar di Lereng Gunung Merbabu

Dari penelitian lapangan di sekitar jalan setapak menuju puncak Gunung Merbabu melalui jalur pendakian Selo, Boyolali diketahui bahwa Nepenthes hanya tumbuh pada kisaran ketinggian 1500-2000 m dpl, dengan luas penutupan hanya sekitar 5-10% dan letaknya sangat terpencar-pencar (Mulyanto, 2000).

Morfologi Nepenthes
Nepenthes termasuk herba atau terna. Batang herbaseus. Daun tunggal tersebar dengan rumus duduk daun pada batang 2/5, helai daun memeluk batang, ujung daun menyempit dan memanjang membentuk sulur pembelit, berguna untuk memanjat pada tumbuhan lain. Ujung sulur kadang-kadang termodifikasi menjadi badan yang mirip kantung (piala) dengan tutup pada bagian mulutnya. Penutup dan kanton dihubungkan semacam engsel di bagian dorsal kantung. Bibir kantung bergerigi dan licin berlilin. Panjang kantung 5 –10 cm (Lloyd, 1942). Infloresensi racemose, menuju bentuk panicula, uniseksual, aktinomorf, hypogen dan monochlamydeous. Sepala 3-4 filamen monodelphous sampai bentuk kolom. Bunga betina dengan pistilum tunggal, gynoecium syncarp dengan karpela 3-4, ovarium superior dengan 3-4 ruangan. Buah berbentuk kapsul loculicidal. Biji panjang mempunyai endosperm dan lembaga yang panjang (Bhattacharyya dan Jahri, 1998). Kantung berfungsi untuk menangkap serangga. Kantung ini mempunyai warna sangat menarik yaitu: hijau dengan bercak merah. Menurut Lloyd (1942) dan Leach (1940), kantung dapat pula berwarna ungu, kuning, hijau dan putih. Serangga yang tertarik oleh warna, lebih jauh dipikat dengan nektar dan bau-bauan yang dihasilkan oleh kelenjar di bagian bawah bibir yang berlekuklekuk dan menjorok ke dalam rongga kantung. Serangga seringkali terpeleset dari bibir yang licin berlilin dan tercebur ke dalam cairan di dalam kantung. Cairan ini berisi bermacammacam enzim pencernaan yang dihasilkan kelenjar di pangkal kantung. Lilin di permukaan dalam kantung tidak memungkinan serangga yang terjebak untuk keluar. Di dasar kantung hidup larva nyamuk, tungau beberapa organisme lain yang tahan terhadap enzim pencernaan. Organisme ini berperan untuk memakan sisa-sisa bangkai serangga, sehingga kebersihan kantung tetap terjaga (Kinnaird, 1997; Lloyd, 1942; Gibbs, 1950).

Keanekaragaman bentuk kantung.
Dalam penelitian Mulyanto (2000) ini ditemukan dua variasi bentuk morfologi kantung dari tumbuhan Nepenthes yang sama. Kantung pertama memiliki panjang 5-20 cm dengan garis tengah 1-5 cm. Kantung ini berwarna hijau dengan bintik-bintik merah dan memiliki bulubulu yang teratur pada dua deret. Bentuk kantung ini banyak ditemukan pada daerah gelap dengan kanopi yang banyak. Kantung kedua memiliki panjang 5-30 cm dengan garis tengah 1-5 cm. Kantung ini berwarna hijau polos, tanpa bulu-bulu pada permukaan luarnya. Bentuk kantung ini banyak ditemukan pada tempat-tempat terbuka dengan sedikit kanopi. Menurut Kinnaird (1997), satu tumbuhan Nepenthes dapat memiliki dua atau tiga bentuk kantung yang berbeda-beda, dari yang berbentuk bulat di pangkal batang, hingga yang berbentuk corong memanjang di ujung batang. Keanekaragaman bentuk kantung ini mencegangkan dan membingungkan para ahli botani dalam identifikasi, sehingga jumlah jenis tumbuhan ini hingga kini belum diketahui dengan pasti.







Faktor abiotik.
Lereng selatan Merbabu, lokasi tempat tumbuhnya Nepenthes memiliki kelembaban udara relatif tinggi. Di tempat ini Nepenthes banyak ditemukan pada tanah yang mengandung cukup humus, sebagai hancuran serasah daun dan ranting-ranting pohon, namun banyak pula yang tumbuh di tempat berbatu-batu dengan lapisan humus tipis. Kelembaban yang tinggi di lereng selatan bagian bawah, ketinggian 1500-2000 m dpl., dikarenakan curah hujan yang tinggi. Penyebab keadaan ini ialah udara panas dari daratan rendah yang terbawa oleh angin tenggara menjadi dingin pada waktu dipaksa naik mengikuti lereng pegunungan. Akibatnya daya tambat air oleh udara berkurang, sehingga terbentuk awan yang menyebabkan hujan. Intensitas cahaya di lantai hutan tempat ditemukannya Nepenthes berkisar antara 10% (tempat ternaung kanopi) hingga 15-25% (tempat terbuka). Intensitas cahaya tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan Nepenthes dilihat dari variasi bentuk daun. Pada lokasi terbuka, daun kelima dari ujung tunas mempunyai rata-rata panjang 23 cm dan lebar daun 6 cm, sedangkan pada tempat teduh mempunyai rata-rata panjang 24 cm dan lebar 6,5 cm. Pengukuran derajat keasaman tanah menunjukkan Nepenthes umumnya hidup pada tanah dengan pH asam (Mulyanto, 2000).

Faktor biotik.
Memurut Mulyanto (2000) Tumbuhan lain yang hidup di sekitar rumpun Nepenthes ikut mendukung atau menyokong kehidupan genus ini, sehingga terbentuk simbiose baik mutualisme maupun komensalisme. Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis tumbuhan yang disuluri oleh Nepenthes. Dua tumbuhan tersebut adalah: Myristica (sejenis pala) dan Thunbergia fragrans Roxb. (poncosudo).

Myristica (Familia Myristicaceae)
Habitus pohon, tinggi 5-18 m. Daun tersebar atau berseling, tunggal, tanpa daun penumpu, berbentuk bulat telur atau elips memanjang, pangkal runcing, ujung meruncing, sisi bawah hijau kebiruan pucat, sisi atas hijau tua, 5-15 kali 3-7 cm, apabila diremas berbau harum. Bunga beraturan, kebanyakan berkelamin 1, berumah 2. Tenda bunga bersatu, tunggal dengan 3 taju, jarang 2 atau 4, waktu kuncup bersambung secara katup. Bunga jantan bentuk periuk, panjang 7- 9 mm, dengan taju yang segitiga. Bunga betina lebih besar. Buah berdaging atau keras, membuka dengan 2, jarang dengan 4 katup, berbentuk buah peer, lebar 4-6 kali 3-5,5 cm, gundul, kuning kecoklatan-oranye. Biji bergaris-garis, berbau harum, keseluruhan dibungkus oleh selubung biji merah yang terbagi dalam taju taju yang banyak. Keberadaan tumbuhan ini di lereng Gunung Merbabu relatif merata sampai ketinggian sekitar 2500 m dpl, tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tumbuhan ini selain menjadi sarana menjalarnya sulur-sulur Nepenthes, juga memiliki kanopi yang cukup luas, sehingga dapat menjaga kelembaban dan menyediakan humus melalui serasah daun yang membusuk (Mulyanto, 2000).

Thunbergia fragrans Roxb (Poncosudo)
Tumbuhan ini berupa semak, sering bercabang banyak, hidup lama, tinggi 1-3 m. Daun majemuk menjari beranak daun enam (heksafolialatus), tidak berupih, pangkal tangkai daun membengkak (pulvinus). Tumbuhan ini jarang ditemukan, biasanya hidup pada ketinggian 0-900 m. Bila dilihat dari morfologinya, maka tumbuhan ini mudah disuluri oleh Nepenthes, karena mempunyai batang yang tidak terlalu besar, berupa semak dan bercabang banyak (Mulyanto, 2000).

Pemencaran biji
Biji Nepenthes memiliki bentuk seperti serbuk (debu), sehingga dapat disebarkan angin (anemokori) pada lokasi yang sangat luas dan tumbuh terpencar-pencar. Biji dapat pula terbawa aliran air hujan. Namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tumbuhan ini hanya ditemukan pada kisaran yang sangat terbatas, pada ketinggian 1500-2000 m dpl. Hal ini menunjukkan bahwa biji memerlukan substrat yang sesuai untuk dapat tumbuh, khususnya kelembaban, pH tanah dan suhu. Tanggapan biji terhadap faktor lingkungan ini tergantung spesiesnya. Oleh karena itu pertumbuhan dan penyebarannya bersifat spatial, terbatas pada tempat-tempat tertentu dan jarang tumbuh dalam jumlah besar (Mulyanto, 2000).

2.2.   Kantung Semar di Lahan Gambut Bukit Rawi
                                  
Hasil inventarisasi Hariyadi (2013) menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis tumbuhan kantung semar di wilayah lahan gambut Bukit Rawi Kalimantan Tengah. Tiga jenis tumbuhan kantung semar tersebut adalah N. mirabilis, N. gracilis dan N. reinwardtiana. Tumbuhan kantung semar dapat ditemui pada areal terbuka dan ternaungi di wilayah hutan rawa gambut Bukit Rawi. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan kantung semar dapat mentoleransi kondisi lahan gambut sebagai areal tempat tumbuh dengan faktor lingkungannya. Menurut Clarke (1997) kantung semar biasanya tumbuh dan berkembang di habitat bernutrisi rendah karena lebih dapat bertahan hidup dengan strategi perolehan nutrisi melalui kantung perangkap mangsa.

Tumbuhan kantung semar memiliki cara yang unik dimana jenis ini menggunakan serangga sebagai makannya. Kemampuannya dalam menjebak serangga disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya (Harsono dan Chandra, 2005; Mansur, 2008; Mithofer, 2011). Kantong dari kantong semar bukanlah merupakan organ bunga, melainkan daun yang berubah fungsi menjadi alat untuk memperoleh nutrisi dari serangga yang terperangkap. Sedangkan bagian yang mirip daun sebenarnya adalah tangkai daun yang melebar dan tetap berfungsi untuk fotosintesis (Ellison dan Goteli, 2001).

Kemampuan Nepenthes hidup di tanah yang miskin unsur hara menjadikan Nepenthes mengembangkan kantongnya sebagai alat untuk memenuhi kekurangan suplai unsur hara terutama nitrogen dan fosfor (Wang et al., 2009; Mithofer, 2011; Morohoshi et al., 2011). Kantung Nepenthes aktif untuk transportasi material ke dalam dan keluar lumen kantung dan berfungsi sebagai alat sekresi dan absorbsi (Owen et al., 1999; Rischer et al., 2002; Wang et al., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Hariyadi (2013) menunjukkan bahwa jenis tumbuhan kantung semar yaitu N. mirabilis mampu tumbuh di berbagai tipe habitat, yaitu di areal terbuka atau areal ternaungi. Rentang penyebaran N. mirabilis lebih luas dibanding dengan jenis Nepenthes yang lainnya. Jenis ini ditemukan merambat pada pohon atau perdu di dekatnya atau tumbuh di atas permukaan tanah. Kantong bawah berbentuk oval hingga berbentuk pinggang, berwarna hijau atau merah, memiliki dua sayap. Kantong atas berbentuk pinggang, berwarna hijau, hijau dengan lurik merah atau merah keunguan, tinggi ± 20 cm dan lebar ± 4 cm.



GAMBAR N. mirabilis



N. gracilis juga ditemukan pada areal terbuka dan ternaungi. Pertumbuhan N. gracilis menempel/merambat pada batang atau cabang pohon lain yang hidup didekatnya dan ada juga yang hidup terrestrial di atas permukaan tanah gambut. Kantong bagian bawah N. gracilis memiliki dua sayap, berbentuk oval, kantong atas berbentuk selinder, tinggi ± 12 cm, lebar ± 3 cm, berwarna hijau, merah maron atau terkadang cokelat kemerah-merahan. Bunga berbentuk tandan dengan warna coklat tua dengan panjang ± 25 cm (Hariyadi, 2013).

GAMBAR N. gracilis



N. reindwardtiana mempunyai areal penyebaran yang sempit dan hanya ditemukan di dareal terbuka dengan intensitas cahaya matahari penuh. Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini mempunyai daya adaptasi rendah terhadap kondisi lingkungan. Kantong bawah, 1/3 bagian bawah membulat dan 2/3 bagian atasnya selinder hingga corong, bersayap dua tanpa bulu, memiliki dua spot mata di dalam dinding bagian dalam, ada juga yang tidak memiliki spot mata. Kantong atas berbentuk hampir sama denga kantong bawah, tetapi tidak bersayap, tinggi ± 18, lebar ± 5 cm (Hariyadi, 2013).

Clarke (2001) memastikan bahwa Kalimantan sebagai pusat penyebaran kantong semar di Indonesia. Pulau ini memiliki 31 jenis kantung semar, 24 jenis diantaranya berstatus endemik. Wardani et al. (2005) mencatat bahwa di daerah Kalampangan Kalimantan Tengah terdapat tiga jenis tumbuhan kantung semar yaitu N. ampullaria, N. gracilis dan N. rafflesiana. Mansur (2008) mencatat bahwa di daerah Sabangau Kereng Bangkirai Kalimantan Tengah terdapat empat jenis tumbuhan kantung semar, ialah N. gracilis, N. rafflesiana, N. ampullaria dan N. xhookeriana. Distribusi N. gracilis sangat luas dibandingkan jenis lainnya di daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di daerah Bukit Rawi, Kalampangan (Wardani et al., 2005), dan Sabangau Kereng Bangkirai (Mansur, 2008) menunjukkan bahwa jenis N. gracilis mempunyai daerah penyebaran yang luas dibandingkan dengan jenis kantung semar lainnya.


N. reindwardtiana



2.3.   Penelitian Tentang Kantung Semar

Berdasarkan penelitian terhadap induksi pembentukan kantong dan pertumbuhan dua jenis Nepenthes yaitu Nepenthes ampullaria dan Nepenthes mirabilis dengan berbagai konsentrasi media MS yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa jenis Nepenthes memberikan pengaruh terhadap jumlah daun, jumlah kantong dan tinggi tanaman pada media in vitro. Selain jenis Nepenthes, berbagai konsentrasi media MS juga mempengaruhi beberapa variabel di antaranya adalah jumlah daun dan jumlah kantong yang terbentuk, namun tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh konsentrasi media MS. Jumlah daun N. mirabilis lebih banyak dibandingkan dengan N. ampullaria sebaliknya jumlah kantong N. ampullaria lebih banyak dibandingkan N. mirabilis. Semua konsentrasi media yang digunakan mampu menginduksi pembentukan kantong secara in vitro. Jumlah kantong tertinggi dihasilkan oleh media 0,0625 MS yaitu sebesar 6 kantong/tanaman. Berdasarkan pengamatan visual terhadap kualitas kantong yang terbentuk, kantong pada media 0,0625 MS mempunyai bentuk dan ukuran yang lebih bagus, hampir sama dengan kantong pada media 0,125 MS dan 0,000MS, namun pada media 0,000 MS warna kantong mengikuti warna daunnya yang menguning (Yelli, 2013).







BAB 3
KESIMPULAN


1.     Indonesia memiliki banyak tanaman kantung semar yang endemik
2.    Kemampuan kantung semar termasuk kemampuan yang unik sebagai tanaman yang hidup di tempat yang miskin unsur hara.
3.    Penelitian lebih lanjut tentang ketermanfaatan senyawa yang dihasilkan kantung semar belum dilakukan.















DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharyya, B dan B.M. Jahri. 1998. Flowering Plants Taxonomy and Phylogeny. New Delhi: Narosa Publishing House.
Clarke C. 1997. Nepenthes of Borneo. Natural History Publication (Borneo). Kota Kinibalu.
Clarke C. 2001. Nepenthes of Sumatera and Peninsular Malaysia. Natural History Publication (Borneo). Kota Kinibalu
Ellison AM dan Gotelli NJ. 2001. Evolutionary ecology of carnivorous plants. Trends in Ecol. and Evol. 16 (11): 623 – 629
Gibbs, R.D. 1950. Botany, An Evalutionary Approach. Toronto: The Blakiston Company.
Handoyo, F. dan M. Sitanggang, 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes. Agromedia Pustaka. Jakarta. 66 p.
Hariyadi. 2013. Inventarisasi Tumbuhan Kantung Semar (Nephentes spp.) di Lahan Gambut Bukit Rawi, Kalimantan Tengah. Palangka Raya: Universitas Terbuka Palangka Raya. [Vol. 6, No. 1]
Harsono T dan Chandra RH. 2005. Biodiversity suku Nepentheaceae di Pulai Poncan, Aek Nauli, dan Gunung Sinabung. J. Ilmiah Pendidikan. 9(6): 686 – 699
Kinnaird, M.F. 1997. Sulawesi Utara, Sebuah Panduan Sejarah Alam. Jakarta: Yayasan Pengembangan Wallacea.
Leach, C.G. 1940. Insect Transmition of Plant Disease. New York: Mc Grow Hill Book Company.
Lloyd, F.E. 1942. The Carnivoruos Plant. New York: The Rolland Press Company
Mansur M. 2006. Data 64 Jenis Kantung semar (nepenthes) yang tercatat Hidup di Indonesia. Jakarta.
Mansur M. 2008. Penelitian ekologi Nepenthes di laboratorium alam hutan gambut Sabangau Kereng Bangkirai Kalimantan Tengah. J. Tek. Ling. 9 (1): 67-73.
Mithofer A. 2011. Carnivorous pitcher plants: Insights in an old topic. Phytochem. 72 (13): 1678–1682.
Mulyanto, H., Cahyuningdari D. dan Setyawan A. D. 2000. Kantung Semar (Nephenthes sp.) di Lereng Gunung Merbabu. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA UNS. [Vol. 1, No.2]
Owen TP, Lennon KA, Santo MJ dan Anderson AM. 1999. Pathways for nutrient transport in the pitcher plant Nepenthes alata. Ann. Bot. 89(4): 459-466
Rischer H, Hamm A dan Bringmann G. 2002. Nepenthes insignis uses a C2- portion of the carbon skeleton of lalanine acquired via its carnivorous organs, to build up the allelochemical plumbagin. Phytochem. 59(6): 603-609
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Wang, L., Q. Zhou, Y. Zheng and S. Xu. 2009. Composite structure and properties of the pitcher surface of the carnivorous plant Nepenthes and its influence on the insect attachment system. Prog. in Nat. Sci. 19 (12): 1657 – 1664
Wardani W, Simbolon W dan Dirman. 2005. Inventarisasi tumbuhan di lahan gambut Kalampangan Kalimantan Tengah. Lap. Tek. Bidang Botani. Pusat Penelitian Biologi LIPI, hlm. 204-211
Yelli, Fitri. 2013. Induksi Pembentukan Kantong dan Pertumbuhan Dua Spesies Tanaman Kantong Semar (Nephentes spp.) Pada Berbagai Konsentrasi Media MS Secara In Vitro. Bandar Lampung: Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. [Jurnal Agrotropika 18(2) 56-62]

No comments:

Post a Comment

© 2012 Segenggam Cahaya | Powered by Blogger | Design by Enny Law - Supported by IDcopy